Untold Story

“Oke. Lo cerita pelan-pelan, ya.” ucap Aiden selembut mungkin

“Gue benci. Gue benci jadi boneka bokap gue. Dia nggak pernah biarin gue ngelakuin apa yang gue mau.” Lila tertawa kecil kemudian. Menertawakan kehidupannya yang begitu miris.

“Gue temenan sama kalian juga karena bokap gue yang mau.”

“Hah?” Ah, Aiden sempat berpikir gadis ini terlalu berharap ingin masuk dalam lingkaran pertemanannya, tapi ternyata gadis ini melakukannya karena sebuah paksaan.

“Sejak gue kenal sama Shefa, bokap gue nyuruh gue temenan sama dia. Gue harus bisa deketin dia gimanapun caranya. Dia bahkan juga mantau Shefa, kesehariannya, temen-temennya, semua hal tentang Shefa bokap gue tau. Mata-matanya ada di mana-mana.”

Aiden tak sanggup mengucapkan sepatah katapun untuk menanggapi ucapan itu. Rasanya terlalu terkejut, sampai satu katapun tak terpikirkan di kepalanya.

“Pas bokap gue tau Shefa punya temen-temen isinya cowok semua, gue disuruh deketin kalian juga. Hahaha.”

“Dari kecil gue dilatih buat punya ambisi tunggi dan diajarin buat egois. Gue sadar sifat itu masih melekat di gue sampek hari ini, tapi gue nggak bisa buang itu. Karena udah telanjur jadi karakter gue. Dan gue makin benci karena gue harus tetep punya karakter itu buat nurutin apa yang bokap gue mau.”

Aiden mulai merasa ada yang tidak beres. Ia begitu heran mengapa ada orang tua semacam itu. Dari cara Lila bercerita, Aiden bisa menyimpulkan bahwa Lila telah dididik dengan cara yang salah.

“Sekali-kali lo harus berani nolak lah, Lil. Itu nggak bagus juga buat mental lo.”

Alih-alih menanggapi ucapan Aiden, Lila justru tertawa terbahak-bahak. “Gue udah nolak, Den. Dulu. Sayangnya kalo gue nolak terus, kayaknya gue nggak akan hidup sampek detik ini.”

Lila kemudian memutar badannya. Menampakkan kepala bagian belakangnya kepada Aiden. “Lo liat? Sekilas nggak keliatan karena ketutup rambut. Tapi kalo diperhatiin keliatan, kok.”

Aiden lantas mendekat. Dan begitu ia menyadari sesuatu yang dimakhsud Lila, rasa ibanya kembali muncul.

“Kepala lo...”

“Iya. Dijahit. Karena sempet dipukul pakek besi sama bokap gue. Lupa gue besi apaan.” ujarnya santai.

Melihat Aiden yang tiba-tiba diam, Lila kemudian memanggil pemuda itu. “Den!”

“Hmm?”

“Ya gitu lah intinya! Lo udah paham, kan? Gue udah hampir mati gara-gara bokap gue. Alasan gue nggak mau nolak perintah dia karena gue masih pengen hidup. Gue pengen hidup demi nyokap gue.”

Hari itu, Aiden berhasil menjalankan tugasnya. Semua rasa penasarannya terjawab. Kedua anak manusia itu memilih untuk menghabiskan waktu di ruang kosong beraroma debu yang begitu kuat dan berhias sarang laba-laba di segala sudutnya. Aiden kembali bertanya dan Lila akan menjawab dengan sejujur-jujurnya. Sesekali gadis itu menceritakan apa saja yang telah dilakukan Sang Ayah padanya.

“Den, cukup lo yang tau. Gue harap lo bisa tutup mulut.”

“Tenang aja. Percaya sama gue.”